Skip to main content
Gong Budaya

follow us

Peluncuran Buku Pemikiran Minangkabau, Catatan Budaya A.A. Navis

SEJARAWAN yang juga guru besar sejarah ekonomi politik di Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Padang, Prof. Dr. Mestika Zed mengatakan, sebagai budayawan, pemikiran-pemikiran A.A. Navis selalu dinamis, mengalami perubahan, malah tentang hal yang sama, sehingga wacana yang telah lazim secara umum, di tangan Navis akan jadi lain. Ia berpikir dan menulis bagaikan petualang intelektual yang penuh kejutan, tetapi mengasyikkan karena menawarkan ide-ide baru, lain daripada yang dipahami umum.

“Hal itu antara lain disebabkan, karena Navis, sebagaimana dikenal umum, adalah seorang budayawan, yang tidak mau terpenjara dalam salah satu disiplin ilmu yang konvensional (semisal filsafat, seni, sastra, ekonomi, antropologi, sejarah, agama, dan lain-lain), sehingga tak mudah memetakan karyanya ke dalam satu kemasan alur pikiran tertentu. Pembaca yang terbiasa dengan alur berpikir disipliner (menurut disiplin ilmu tertentu), boleh jadi, akan bingung mengikuti pikiran-pikiran kembara Navis yang tanpa rasa canggung melintasi atau keluar dari garis demarkasi disiplin ilmiah yang lazim kita kenal.,” tegas Mestika Zed dalam pengantarnya pada peluncuran buku “Pemikiran Minangkabau : Catatan Budaya A.A. Navis” (Mestika Zed, editor, Angkasa, Bandung, cet. I Januari 2017 : xvi + 114 halaman) di Panggung Utama Minang Book Fair, Masjid Raya Sumbar, Sabtu (25/2/17).


Pada kesempatan itu, Mestika Zed yang juga sebagai editor buku ini mengungkapkan bahwa, buku “Pemikiran Minangkabau” ini merupakan kumpulan tulisan A.A. Navis (1924 – 2003). Kumpulan tulisan ini berasal dari naskah yang tersimpan dalam arsip pribadi Navis yang pelum pernah diterbitkan. Sebagian berasal dari makalah yang disampaikan Navis dalam seminar, sebagian lagi merupakan naskah yang terkesan belum sempat dirampungkan, begitu juga catatan-catatan kaki yang masih tampak sementara, karena belum memiliki rujukan jelas, kecuali menyebutkan nama, entah itu hasil wawancara atau rujukan literatur. “Dengan demikian, tugas saya sebagai editor ternyata tidak sekadar ‘tukang periksa teks’ semata, tetapi bagian-bagian yang tidak lengkap terpaksa dirakit kembali dengan mencari lembaran-lembaran lepas dalam file yang sudah terpisah dari bundelan aslinya. Maka apa yang disajikan dalam buku ini, sekali lagi, adalah kumpulan tulisan Navis yang ‘terserak dibuang sayang’.” tegasnya.

Menurut Mestika Zed, pikiran bebas dari konvensi-konvensi disipliner ini, memperlihatkan jiwa Navis yang merdeka. Kemerdekaan dalam berpikir itulah yang menjadi salah satu ciri khas kaum intelektual dan yang membuatnya mampu terbang ke sana kemari untuk berkelana menemukan dan memformulasikan sendiri pikirannya, bahkan seringkali di luar kelaziman. Namun, sebagai seorang penulis, Navis percaya bahwa pikiran seseorang, mau tidak mau, mestilah mencerminkan sifat-sifat kebudayaan dan peradaban di mana ia dilahirkan dan dibesarkan. Memang, Navis selama hidupnya tetap tinggal di kampung halamannya, Padang, Sumatera Barat, tapi tulisan-tulisannya dikenal di tingkat nasional dan bahkan internasional.

Betapa tidak, sepanjang hidupnya, tambah Mestika, Navis telah melahirkan banyak karya tulis, di antaranya sebanyak 65 karya sastra dalam berbagai bentuk (novel, cerpen dan kritik sastra). Termasuk 22 buku kumpulan tulisan yang diterbitkan di bawah judul “Yang Berjalan Sepanjang Jalan” (Gramedia, 2005). Selain itu, juga 5 karya antologi sastra bersama sejawat sastrawan lainnya dan 8 antologi luar negeri, serta 106 makalah yang ditulisnya untuk berbagai forum seminar akademis di dalam maupun di luar negeri. Sebagian tulisan itu telah diterbitkan dalam bentuk kumpulan karangan. “Jadi, meski buku yang berisi 5 bab. (masing-masingnya: “Akar Budaya Minangkabau”, “Detradisionalisasi Budaya Minangkabau”, “Tanah dan Warisan Sebagai Masalah Kebudayaan”, “Kebangkitan Nasional Minangkabau”, dan “Divisi Banteng”) ini tipis, tapi dari segi isi tak kurang bobotnya dari buku yang tebal,” tutur Mestika Zed lagi.

Acara peluncuran buku “Pemikiran Minangkabau : Catatan Budaya A.A. Navis” yang ditaja oleh Penerbit Angkasa, Bandung ini, ditandai dengan penyerahan buku dari Aksari Yasin (isteri Navis), didampingi Mestika Zed (editor) dan Yuldi (dari penerbit Angkasa, Bandung) kepada Fahmi Umar, Firdaus Umar, Darman Moenir, Ermanto, Mukhlis Hamid. Endut Ahadiat, Hermawan, dan Nasbahri Coto. “Atas nama keluarga besar A.A. Navis, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mestika Zed yang telah bermurah hati menyunting tulisan untuk buku ini, juga terima kasih kepada Penerbit Angkasa, Bandung, yang bersedia menerbitkan buku ini. Semoga pemikiran-pemikiran almarhum Navis di buku ini bermanfaat bagi kita semua,” kata Aksari Yasin didampingi putrinya, Gemala Ranti.

Selain dari keluarga besar A.A. Navis, peluncuran buku ini juga dihadiri oleh sastrawan dan kalangan akademisi sastra di Padang, di antaranya Darman Moenir, Prof. Dr. Hasanuddin WS, M. Hum., Prof. Dr. Ermanto Tolantang, M.Pd., Dr. Emidar Fahmi, M.Pd., Dr. Endut Ahadiat, M. Hum, dan Drs. Hermawan, M.Hum., serta para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Padang. *** (catatan: Dasril Ahmad).

You Might Also Like:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar