Satu hal yang patut dicatat, Sungai Pisang yang terletak di Selatan Kota Padang ini dan lebih kurang 32 Km dari pusat Kota Padang juga terkenal dengan legenda “Bako” dan berpotensi menjadi destinasi wisata bahari bernilai tambah dibanding beberapa destinasi wisata bahari di daerah lain. Mengapa ? Ternyata Sungai Pisang selain memiliki potensi dan pesona alam bahari yang indah, Sungai Pisang adalah penghasil kapal tradisional. Artinya, selain pesona alam laut, pulau, gugusan bukit barisan, aktivitas pembuatan kapal tradisional di Sungai Pisang tentulah menjadi nilai tambah yang akan diperoleh wisatawan yang berkunjung ke destinasi wisata di kawasan Sungai Pisang.
Aktivitas pembuatan kapal tradisional di Sungai Pisang sebenarnya sudah berlangsung sejak lama dan tidak asing bagi kalangan nelayan di kawasan Sumatera Barat. Sejumlah kapal penangkap ikan seperti bagan dan tonda yang beroperasi di perairan laut Sumatera Barat antaranya buatan pengrajin kapal Sungai Pisang.
Di Sungai Pisang terdapat sejumlah pengerajin kapal dan umumnya mereka berkelompok dan berasal dari satu keluarga. Kapal-kapal yang dibuat pengrajin itu cukup besar misalnya dengan ukuran panjang 26 M, lebar 5,5 M dan dalam 1,6 M. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pembuatan kapal kayu sebesar itu, biasanya pengrajin kapal Sungai Pisang menghabiskan waktu 3 bulan dan bisa lebih lama dari itu jika bahan kayu untuk material kapal sulit di dapat. Dalam hal ini kualitas kayu yang diperlukan adalah kayu yang sudah matang, sehingga kapal yang dibuat lebih tahan lama.
Kapal yang diproduksi pengrajin Sungai Pisang umumnya di pesan pelaku usaha perikanan di kawasan Sumatera Barat dan material kayu yang digunakan biasanya adalah jenis kayu Rasak, Lagan, laban dan lain-lain. Secara teknis kualitas kapal buatan pengrajin Sungai Pisang tergolong cukup bagus dan kuat. Kesulitan pengrajin adalah mendapatkan material kayu yang bagus dan matang. Satu unit kapal buatan Pengrajin Sungai Pisang seperti kapal bagan panjang 26 M dengan lebar 5.5 M dengan harga siap on the sea sekitar Rp. 1.5 M.
Pengrajin kapal Sungai Pisang ini terbilang unik dan luar biasa, karena mereka membuat kapal bertumpu pada kemapuan alamiah dan pengalaman. Kemampuan membuat kapal yang dimiliki para pengrajin tidak diperoleh melalui pendidikan formal dan pendidikan teknis. Meskipun demikian, kapal-kapal buatan pengrajin Sungai Pisang dari disainnya walaupun tanpa gambar dan perhitungan secara tertulis, kapal yang dihasilkan pengrajin sudah memenuhi 3 syarat pokok dalam pembangunan kapal, yakni: keapungan, kekuatan dan stabilitas. Hebatnya lagi dalam membuat kapal tradisional para pengrajin kapal Sungai Pisang ada dua unsur seni dan kearifan lokal dalam mereka mengkonstruksi kapal seperti kapal-kapal buatan pengrajin Dasrial dan kawan-kawan. Meskipun kapal dikonstruksi tampa gambar, tetapi penyusunan gading-gadingnya dan elemen lainnya sangat rapi.
Potensi dan terdapatnya usaha kerajinan pembuatan kapal di Sungai Pisang tentu menjadi satu aset dan daya tarik wisata di kawasan Sungai Pisang. Artinya usaha pembuatan kapal kayu tradisional di Sungai Pisang itu seharusnya dijadikan daya tarik wisata dalam pengembangan wisata bahari di Sungai Pisang dan sekaligus merupakan nilai lebih. Apalagi jika pemerintah Kota Padang mendorong Sungai Pisang sebagai sentra produksi kapal tradisional di kota Padang tentu akan menjadi daya dukung pengembangan Sungai Pisang sebagai destinasi wisata bahari, sekaligus wisata edukasi dan budaya serta tradisi. Ini tentu saja dengan mengemas lokasi pembuatan kapal sedemikian rupa dan dengan menata lokasinya sedemikian menjadi layak sebagai sebuah daya tarik wisata. Apalagi akses jalan darat ke Sungai Pisang diperbaiki dan dibenahi menjadi perhatian khusus Pemko Padang dan Pemda Sumatera Barat, sehingga pengembangan wisata bahari di kawasan Sungai Pisang dengan usaha pembuatan kapal kayu akan mengundang minat wisatawan untuk berkunjung.
Pengintegrasian pengembangan Sungai Pisang sebagai destinasi wisata dengan usaha pembuatan kapal tradisional akan menghasilkan dampak postif yang luar biasa dari beberbagai aspek. Ini jika pemerintah Kota Padang melakukan pembinaan dan pengembangan industri pembuatan kapal kayu tradisional di Sungai Pisang sekaligus pengembangan dunia perikanan dan pariwisata.
Hal yang dikemukakan di atas terutama karena pengrajin kapal Sungai Pisang boleh dikatakan mereka terjun menjadi pengrajin kapal karena tidak sengaja. Awalnya mereka coba-coba atau tidak ada pekerjaan lain, namun akhirnya mereka bisa. Misalnya Pak Dasrial salah seorang pengrajin kapal di Sungai Pisang, pada awalnya sekitar tahun 1990-an ia hanya pembantu tukang, tapi sekarang sudah menjadi disainer, konstruktur, sekaligus pelaku usaha. Dan pengrajin kapal seperti Pak Dasrial juga belajar membuat kapal dari orang Bugis.
Melihat jalannya usaha pembuatan kapal tradisional di Sungai Pisang, maka Pemerintah Kota Padang patut memikirkan dan mempertimbangkan serta melakukan pembinaan Sungai Pisang sebagai sentra industri pembangunan kapal di Kota Padang atau Sumbar. Apalagi usaha pembuatan kapal kayu tradisional di Sungai Pisang sangat berpotensi dijadikan sebagai sebuah spot wisata dalam pengembangan destinasi wisata di kawasan Sungai Pisang. Hal ini setidaknya seperti yang dilakukan Bulukumba Sulawesi Selatan tempat lahirnya kapal-kapal phinisi yang tanggung dan sudah mendunia. Bisa tidaknya Sungai Pisang menjadi sentra usaha pembangunan kapal seperti Bulukumba Sulawesi Selatan tentu terpulang pada Pemko Padang (ditulis oleh: Suardi Mahmud Lasibani/Boy Yendra Tamin)