Ineh nia jalon manitei
dari sawah trauh ka ladaea,
tibea di ladaea berantai pulo
ineh nia maksud atai,
tale lah suduah,
minung kawo lah taletak pulao.
(Inilah jalan dari sawah hendak ke ladang,
sampai di ladang berhenti sejenak
ini sungguh maksud hati, pantun-pun selesai,
kudapan dan minuman sudah terhidang).
(Paragae/Pepatah, Pondok Tinggi-Kerinci)
Dulu waktu kecil menyeraput kopi orang tua dalam gelas besar sepulang sekolah adalah kebiasaan. Bahkan sampai masa remajapun kebiasaan itu masih diteruskan. Kopi atau “kawo” adalah minuman tradisi masyarakat Kerinci yang terkenal sebagai salah satu daerah pengahasil kopi terbaik dunia.
Kopi pertama kali di temukan di Ethiopia terus berkembang ke Timur Tengah. Jadi minuman kaun bangsawan Eropa dahulunya. Tumbuhan kopi untuk pertama kali sampai ke Indonesia dibawa oleh bangsa Belanda, ditanam pada kawasan daratan tinggi, beriklim rendah dimana hujan berlangsung sepanjang tahun.
Potensi dan sumberdaya kopi nusantara sangat besar. Beragam rasa dan variannya mencapai 300, dari 700 varian kopi dunia. Ada kopi Aceh, Kerinci, Lampung, Jawa, Bali, Manado, sampai Papua juga tidak ketinggalan rasa dan oroma daun kopi dikenal dengan minuman kawa daun. Semua produksi kopi dari perkebunan rakyat Kerinci dibawa oleh Belanda ke Eropah untuk dijual dibawa dengan menggunakan kapal melalui pelabuhan (reede) Inderapura dan Padang.
Menikmati varian Kopi Kerinci, salah satunya Blue Korintji Coffee. Lokasinya tempat minum kopi ini berada dilereng bukit sebuah dusun Pondok Tinggi. Sebuah rumah yang disulap menjadi lokasi “hangout”. Lokasi ini adalah jalur lintasan waktu sekolah dahulunya, di mana di kawasan ini terdapat kincir air. Aliran air pemutar kincir adalah tempat kami biasa bermain mencari ikan “kapalo timah” (Aplocheilus panchax). Bermain sambil mencari ikan dialiran air kincir yang sedikit kotor adalah kebahagian masa kecil.
Majunya usaha perkebunan kopi rakyat di Kerinci melahirkan banyak “home industry” diantaranya Kopi Nur, Kopi Nurlela dan kopi lainnya yang masih bertahan sampai sekarang. Hal yang menarik dari tradisi budaya minum Kopi Kerinci yang sudah tua. Setua peradaban masyarakatnya sejak mengenal kopi. Melahirkan kepandaian, dimana tidak banyak orang mempunyai kemampuan menilik nasib, yang dapat dibaca melalui sisa ampas kopi yang sudah diminum dituangkan dari gelas dan ditelungkupkan.
Gelas bening yang ditelengkupkan secara berlahan menjadi hitam akibat ampas kopi yang bergerak turun dari atas kebawah. Setelah ampas kopi yang melekat di sekeliling gelas mengering akan menampilkan gambaran abstrak seperti peta, jalur, garis lurus, putus-putus, lingkaran, simbol yang akan diterawang oleh sang paramal.
Dari gambaran ampas kopi dapat diketahui tentang kehidupan, kebahagian, hambatan, masa depan. Semua ramalan yang menggunakan kopi ini adalah salah satu “budaya kuliner tua” yang dikuasai oleh etnis Kerinci.
Sebagian orang menganggap ramalan kopi tidak dapat dipercaya. Bagi anak-anak muda dahulu, ramalan masa “bamudo” (pacaran), sangat menarik hati dan mengugah perasaan. Kadang mereka datang ke tempat tukang ramal kopi secara sembunyi-sembunyi, menanyakan tentang kabar sang pujaan hati.
Menikmati rasa dan aroma dari tradisi menyeruput Kopi Kerinci yang dikombinasikan dengan keahlian meramal melalui kopi adalah kearifan lokal yang menjadi salah satu daya tarik wisata kuliner yang belum dikembangkan secara luas oleh pemerintah daerah. Walaupun budaya ini masih hidup ditengah masyarakat Kerinci dalam skala terbatas.
Jika anda bertandang ke “Sakti Alam Kerinci”, “Sekepal Tanah Dari Surga”, kampungnya “uhang kayo” dengan keindahan alam, gunung, sawah, rawa (payo), danau, gua, air terjun, air panas, bahasa, seni dan budaya. Jangan lupa menikmati kuliner tua secangkir kopi hangat dengan tilikan nasib, anda mau mencoba ; boleh percaya (Kincai, 30.07.2016).