Beberapa adegan dalam drama berbahasa Arab “Atsurul Akik” (Tersandung Batu) yang ditampilkan oleh mahasiswa fakultas Adab dan Humaniora IAIN Imam Bonjol Padang di aula kampusnya, Senin (26/10). Dengan pentas dan setingannya yang sederhana, mahasiswa semester VII jurusan Bahasa dan Sastra Arab di bawah bimbingan dosen, Drs. H. Syafrinal ini tampil “bagus” mementaskan drama pendek (60 menit) ini.
Pertunjukan drama bahasa Arab ini ternyata bertepatan pula dengan kunjungan penyair wanita asal Maroko, Laila Mhidra ke kampus Fak. Adab dan Humaniora IAIN-Imam Bonjol tersebut. “Saya memberikan apresiasi besar terhadap penampilan drama berbahasa Arab yang dipersembahkan oleh mahasiswa tadi, terutama dari penggunaan bahasa dan karakter tokohnya. Saya gembira, sehingga tak sia-sia menempuh perjalanan jauh dan melelahkan selama 24 jam dari Maroko ke Padang. Pementasan drama tadi jelas mengungkapkan keadaan yang terjadi di tengah masyarakat kita yang demam batu akik, dengan karakter tokoh yang kuat, meski dengan dekorasi pentas yang sangat sederhana,” ujar Laila Mhidra usai pementasan lewat terjemahan Drs. Syafrinal.
Drama pendek “Atsurul Akik” (Tersandung Batu) menceritakan seseorang yang (menjadi) gila karena batu akik. Kisah bermula dari pertemuan/arisan ibu-ibu yang memperbincangkan sesuatu yang sedang menjadi trending topik di Indonesia, khususnya di ranah Minang dewasa ini, yaitu tentang seseorang bernama Mustafa yang pulang dari pengembaraannya yang cukup lama. Ia kembali ke rumahnya yang memprihatinkan. Di rumah itu ada istrinya, Hanum, yang selalu setia menunggunya pulang. Mustafa pulang dengan membawa banyak batu (akik) yang ia beli dengan uang hasil penjualan cincin kawinnya. Ia sangat yakin bahwa batu-batu itu dapat mengubah hidupnya. Dengan keyakinan itulah, dalam waktu singkat Mustafa pun menjadi orang paling kaya di kampungnya. Diyakininya juga bahwa kekayaan yang dimilikinya itu disebabkan cincin batu akik bertuahnya, “Cincin Nago Ameh” yang dimiliklinya.
Namun, dalam kehidupannya, ada satu yang belum dimiliki Mustafa, yaitu keturunan. Untuk itu, Mustafa berniat kawin lagi dengan seorang kembang desa, bernama Puti. Puti adalah anak Datuk Mansur yang termasyhur di kampung itu, yang ternyata juga sudah dipinang oleh orang lain. Namun Mustafa tak peduli, ia harus mendapatkan gadis pujaan hatinya itu. Akhirnya dengan tipu muslihat, ia berhasil menikahi Puti. Dari sini kemudian muncul berbagai konflik. Dalam konflik ini, Mustafa kehilangan semua batu akik miliknya, termasuk batu akik kesayangannya “Cincin Nago Ameh” yang bertuah itu. Tak heranlah jika kemudian Mustafa menjadi gila. (Catatan Dasril Ahmad) ***