Dari koleksi buku-buku sastra di perpustakaan pribadi, saya menemukan buku berjudul “Darah Laut”: Kumpulan Cerpen dan Puisi H.B. Jassin (Balai Pustaka: Jakarta, cet. I 1997: xvi + 88 halaman), yang lama tak disentuh. Buku “Darah Laut” yang diterbitkan Balai Pustaka untuk memperingati ulang tahun H.B. Jassin ke-80, tanggal 31 Juli 1997 ini, merupakan buku pertama menerbitkan 10 cerpen dan 15 puisi karya H.B. Jassin. Kehadiran buku ini sekaligus membuktikan bahwa H.B. Jassin (1917 – 2000) yang selama ini lebih dikenal sebagai seorang kritikus sastra, ternyata juga menulis cerpen dan puisi.
“Minat H.B. Jassin terhadap kegiatan kreatif dan kritik sastra muncul hampir bersamaan, yakni di awal tahun 1940-an. Di awal kegiatan yang ditekuninya sampai hari ini, ia sempat menulis beberapa cerita pendek dan sajak. Di zaman kolonial Belanda, cerpen dan puisinya dimuat di Volksalmanak, Panji Poestaka, dan Poedjangga Baroe. Di masa pendudukan Jepang pun ia sempat menulis, dimuat di Djawa Baroe. Selepas kemerdekaan karyanya dimuat di Merdeka dan Pantja Raja. Sejak pertengahan tahun 1940-an tampaknya ia tidak beminat menulis karya kreatif lagi dan memusatkan perhatian pada kritik sastra,” tulis Sapardi Djoko Damono dalam pengantar buku ini.
Buku "Darah Laut" memuat 10 cerpen H.B. Jassin, yaitu: "Istri yang Cantik", "Nasib Volontair", "Antara si Lemah", "Sahabatku", "Gelang Tangan Emas", "Salah Wesel", "Adikku", "Darah Laut", "Jiwa Merdeka di Bawah si Tigawarna", dan "Kalau Pandai Ia Berkata", dan 15 puisi yaitu: "Selintas Kesan", "Kepada Orang di Puncak Pikiran", "Permainan Semata", "Akan Sembuh Kembali", "Mimpi dan Hidup", "Meneropong Hati Sendiri", "Tak Pandai Bermain", "Kawanku", "Kau Dera Aku dengan Katamu", "Perbaruan Tekad", "Ciptakan Dunia Bahagia", "Kewajiban", "Doa", "Dalam Kenangan", dan "Kesasar di Dalam Pikiran".
Berikut kita nikmati puisi H.B. Jassin berjudul “Ciptakan Dunia Bahagia” (halaman 81):
CIPTAKAN DUNIA BAHAGIA
Alangkah rapuh badan manusia
Walau seabad hidup di dunia
Hanya sedetik di samudra masa.
Lebih lama waktu terasa
Lebih hebat menderita raga dan jiwa
Oleh dikacau nafsu kebendaan.
Di atas bumi sedang berputar
Hilangkan angkara murka
Ciptakan bahagia di stasiun antara
Dari keabadian ke keabadian.
1945