Muara Penjalinan mengingatkan pada syair lagu Minang, Lah den rantun cinto/tagah dek sayang/tasantuang juo/yo nan pilalainyo/nyalo juo cinto/cando diserai kasiak ramuan 7 muaro/, begitulah salah satu bait sair lagu fenomenal karya emas Agus Taher (Dr. Agusli Taher, MS), saat dirilis ketika karya dan lagu Minang dalam kondisi kurang kreatif dalam memproduksi lagu Minang yang kuat dan berkarakter.
Sehingga lagu ini bertahan cukup lama di tangga belantika musik Minang di Sumatera Barat. Bahkan selalu didendangkan disetiap pementasan orgen tunggal, diputar di mobil-mobil pribadi urang Minang diperantauan. Mengingatkan kembali suasana kebathinan akan kampung halamannya yang indah dan mempesona.
Sair ‘Kasiak 7 Muaro’, sebenarnya terinspirasi dari kisahnya nyata yang dialami oleh seorang gadis Minangkabau. Lalu dikemas secara puitik oleh sang pencipta, menjadi sebuah karya.
Salah satu lokasi mengambilan ‘kasiak’nya adalah pasir pantai aliran Sungai Penjalinan. Bahkan pasir lainnya juga diambil dari beberepa muara sungai di sekitar kawasan Kecamatan Kota Tangah. Ketujuh ‘kasiak’ muaro tadi dikumpulkan, lalu dibacakan ‘capak-capak baruak’ (mantra). Ketujuh pasir tersebut dibuang dan dihanyutkan disalah satu muara. Seiring dengan hanyutnya perasaan cinta salah seorang diantara mereka yang dimabuk asmara.
Muara Penjalinan adalah sebuah muara dari aliran Sungai Panjalinan di Kota Tangah. Muaro ini dinamakan Penjalinan atau Panyalinan. Dahulu dialiran sungai arah ke muara terdapat sebuah pulau kecil yang indah. Pulau kecil di tengah sungai ini ditumbuhi oleh beberapa batang vegetasi pohon kelapa dan rumputan. Sering dijadikan lokasi penambatan kapal oleh nelayan.
Dahulu lokasi tersebut banyak dijadikan sebagai lokasi pertemuan pemuda-pemudi dari berbagai tempat untuk merenda kasih dalam mencari jodoh. Mereka ber-sampan (perahu) dari pantai Pasir Parupuak (Pasir Putih) ke pulau kecil tersebut sebagai tempat dan lokasi pertemuan yang memiliki nilai megis.
Pulau kecil yang sering didatangi itu, saat ini sudah mulai menghilang akibat digerus oleh derasnya air Sungai Penjalinan sepanjang tahun. Akibat dari dinormalisasinya beberapa sungai utama di Kota Padang, serta tanpa sepengetahuan kita juga diakibat oleh tingginya eksploitasi hutan di atas bukit sana. Hal ini dapat dibuktikan dengan kuning-pekatnya warna air masuk muara secara deras setiap musim hujan sepanjang tahun.
Selain pulau kecil sebagai tempat memadu kasih dengan jalinan ikrar yang diucapkan, dipantainya sebelah kiri dan kanan mulut muara juga terbentang luas pasir yang indah dan mempesona.
Jauh sebelum sungai ini dinormalisasi, pergerakan pasir di mulut muara tersebut sangat fluktuatif. Bila musim angin dan arus selatan, maka banyak pasir yang indah terhampar di sepanjang Pantai Pasir Benteng, sebelah kanan Muara Penjalinan. Bila musim angin utara berhembus, maka pasir banyak dibawa arus dan terhampar luas di sebelah kiri muara ; Pantai Parupuak Tabing atau sekarang disebut Pasir Putih.
Bahkan dalam waktu tertentu, kedua sisi muara ini dipertemukan oleh pasir yang dapat dilintasi ketika air laut surut rendah sekali. Sehingga pasirnya menjadi jembatan penghubung antara Pasir Putih dan Pasir Benteng.
Sekarang kedua lokasi muara pada sisi kiri dan sisi kanan berkembang menjadi objek wisata baru. Banyak komunitas yang berkunjung setiap minggu dan mengadakan acara disana, terutama di kawasan Pasir Benteng. Salah satu iven besar yang pernah dilaksanakan disana adalah lomba surfing dengan peserta surfer se-Sumatera Barat serta juga diikuti oleh surfer asing yang biasa bermain di ombak Kepulauan Mentawai, dalam berbagai kategori.
Hari-hari lain, sepanjang hari, anda dapat berkunjung ke kawasan wisata pantai Pasir Benteng tersebut. Lokasi ini juga didukung oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatra Barat yang telah menenam ribuan batang camara laut dalam Program Sabuk Pesisir (green balt) tsunami, juga bantuan kapal wisata bahari pendukung Kawasan Konservasi Perairan dari KKP-RI.
Lokasi Muara Penjalinan menjadi salah satu pilihan wisata bahari keluarga yang dekat, murah, indah, bersih, aman serta masyarakatnya sangat akrab dan ramah yang membuat hati kita jadi selalu terpaut untuk datang.
Selalu setiap hendak kesana, di setiap sore yang indah dengan panorama mentari yang masuk keperaduannya, serta kisah kasih tentang perjodohan di Muara Penjalinan, semakin menjalin rasa, menjalin persaudaraan, menjalin cinta lingkungan, cinta tanah air, dan cinta sesama manusia. Anda mau mencoba ; datanglah dengan rasa, cinta dan kepudulian terhadap kebersihan lingkungan dan perairannya, salam konservasi (hd.28.8.2016;12:06).