Kerinci kaya akan potensi objek pariwisatanya. Salah satunya adalah Danau Kerinci yang terletak pada ketinggian lk 783 m dpl, dengan elevasi lk 465 m, dimana luas permukaan 4.200 haOleh. Harfiandri Damanhuri.
Kerinci kaya akan potensi objek pariwisatanya. Salah satunya adalah Danau Kerinci yang terletak pada ketinggian lk 783 m dpl, dengan elevasi lk 465 m, dimana luas permukaan 4.200 ha, memiliki kedalaman maksimal 116 m, dengan produksi ikan khas dari danau adalah ikan “Semah”. Ikan ini masuk kelompok ikan “Cyprinus carpio”. Daging ikannya yang lembut dan sisiknya yang lunak semua dapat dimakan.
Dahulu ikan ini banyak ditangakap oleh masyarakat sekeliling danau dengan alat tangkap tradisional disepanjang sungai aliran keluar dari Danau kerinci. “Cimetik” nama alat tangkapnya. Bentuknya hampir sama dengan pancing yang dipasang dipinggir sungai tapi tidak perlu ditunggu. Ia juga berfungsi sebagai “jerat” ikan. Danau ini bentuknya hampir bulat, hasil dari proses terbentukan secara alamiah akibat aktivitas tektonik bumi. Danau ini termasuk tipe grobe dan merupakan salah satu model asli yang paling spektakuler dari bentuk seluruh danau di dunia.
Bagi anak muda dulunya, berjalan mengeliling danau, bersepeda adalah hal yang sering dilakukan pada waktu liburan. Tempat yang menarik bagi anak muda di Danau Kerinci ini adalalah sebuah tanjung yang diberi nama “Tanjung Hatta”. Di tengah tanjung yang mengunung tersebut terdapat sebuah pohon beringin yang besar. Dahannya yang membentang dengan dedaunannya yang rimbun, batangnya yang kokoh, serta banyaknya huntaian tali yang bergantungan dari pohon ciri khas pohon beringin. Lokasi ini menjadi tempat istirahat yang menyenangkan bagi kami. Akan tetapi pohon tempat yang muda bersantai dahulunya itu, saat ini sudah tidak ada lagi, mati karena usia.
Selidik punya selidik ternyata pohon beringin di Tanjung Hatta ini memang di tanam oleh seorang Bapak Proklamotor Bangsa Indonesia ; Dr. Muhammad Hatta, yang akrab di pangggil “Bung Hatta” yang pernah datang ketika Kerinci dengan kegiatan meresmikan mesjid Tua Pondok Tinggi tahun 1953 dengan nama Mesjid Agung Pondok Tinggi.
Mesjid ini dari catatan sejarah sudah dirintis pembangunannya oleh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, depati dan ninik mamak dari kawasan Kemandapoan Pondok Tinggi dan sekitarnya dalam rentang waktu dari 1874-1930. Sampai saat ini masih berdiri kokoh, dengan struktur yang unik bergaya atap tumpang, dengan sebuah batu runcing dibagian ujung atapnya, dengan ukiran yang indah dengan sistem membangunan tanpa menggunakan paku. Teknik dan sistim pasak dan sangga antar balok kayu. Dari segi bentuk, ukiran dan pengaturan ruangan bangunan mesjid mendapat pengaruh dari Persia, Roma, Mesir dan India.
Selain danau, gunung, air terjun, panas bumi, air hangat kaya dengan potensi kopi, kulit manis, teh, dan padi payo. Kerinci memiliki keunikan sejarah dan budaya. Mulai dari penamaan daerahnya ; Kerinci, Kinci, Kincai, dan Krinci, dengan tulisan “inchung”nya yang berbeda dengan tulisan paku-kuno lainnya di nusantara. Terdapat banyak batu megalitik dari zaman perunggu, rumah adatnya yang ber-lahek/larik, adatnya matrilinial, dimana sko (pusaka) diwariskan dari pihak ibu atau di Kerinci disebut “kalbu”. Bahasanya masuk rumpun bahasa Austronesia, ras melayu tua-proto melayu. Bahasanya sangat unik, karena bahasa satu dusun dengan bahasa dusun yang lain, satu kata bisa berbeda makna.
Memiliki hampir lk 250 dialek dalam komunitas masyarakatnya aslinya. Sampai saat ini Kerinci masih tetap manjadi tujuan kunjungan para tamu, peneliti dan wisatawan. Terkenal dan manusia kecil yang sangat misterius “Wok Gedang Wok” yang tapak kakinya berukuran kecil berbeda dengan tapak kaki manusia saat ini, tubuh berbulu dan tingginya tidak sampai 1 meter, berjalan cepat sekali, matanya merah dilihat dalam kegelapan malam. Bagi anda yang hobi traveling, sesekali datanglah ke "Sakti Alam Kerinci" dan bagi anak negeri Kerinci tentu pulanglah ! (Agus, 2016)