Eddy Pranata PNP
DI BUKIT DAN LEMBAH DIENG
KUPETIK SAJAK-SAJAK PENDEK UNTUKMU
weisku, di bukit dan lembah dieng
kupetik sajak-sajak pendek untukmu
di bukit dan lembah dieng, segalanya membeku
baturinduku, sajak-sajakku
: matahari melayang di lembah
aku ingat dirimu, weisku!
aku lewati lereng bukit
menuruni lembah
ada kebun lobak, kentang
tembakau dan beberapa rumpun edelweis
kabut mengapung; aku desiskan namamu
ou, weisku!
kawah sikidang-- belerang yang menyengat
candi arjuna-- kutepis matahari
berenang di telaga warna
dan senja telah beberapa waktu berlalu
masih ada sisa bau belerang di sajadahku
ampun Gusti, aku telah menulis sajak-sajak pendek
di lereng bukit dan lembahMu
: mohon izin aku tersungkur di kakiMu!
Dieng, Wonosobo 24 Juli 2016
Eddy Pranata PNP
ANGGREK UNGU SENGILU SEMBILU
aku ingin engkau tidak tidur di punggungku
aku tidak ingin airmatamu kaugugurkan
aku tahu rindu dan cintamu
semerbak anggrek ungu, sengilu sembilu
dan tepislah tubuhku dalam dukamu
kutanam seribu edelweis dalam diri
dan pohon kearifan
yang kautemui pada banyak kehidupan orang
ternyata adalah tumpukan persoalan
batu sunyi-resah yang menghimpit
jalanan terjal, ombak menghempas karang
bulan retak di tengah malam
kereta tua tanpa penumpang
mawar gugur
sembilu dalam daging
topeng yang selalu menutup wajah
juga hati yang menyala-nyala
juga belukar cinta
: anggrek ungu, sengilu sembilu!
Cirebah, 23 Juli 2016
Eddy Pranata PNP
SINDEN BIDADARI
apakah benar engkau pernah merasakan
betapa enaknya hidup di kampung kecil
di malam hari di bawah kemilau rembulan
mendengar suara belalang, jangkrik dan kodok di pinggir kali
dan sesekali terdengar kaok burung hantu dari rimbun pohon waru
dan di kejauhan alunan gamelan ditingkahi merdu sinden
o, aku ingat sinden kayem yang sudah lama tiada
suaranya empuk bening, orangnya mincis-mincis
murah senyum dan aoranya luar biasa; bisa serupa bidadari
murah senyum dan sangat baik terhadap siapa saja
di kampung biasa dijuluki: sinden bidadari!
Cirebah, 22 Juli 2016
Eddy Pranata PNP
BERKAS-BERKAS CAHAYA
engkau boleh mencaci-maki siapa pun
bisik sahabatku; tapi telah sesuci apakah dirimu?
perlahan sekali sahabatku memecah tubuhnya
menjelma berkas-berkas cahaya di depan matahatiku
bercerminlah di kedalaman dirimu; bisik berkas-berkas cahaya
kautahu edelweis tak akan remuk diremas tangan waktu
tapi dirimu bisa gugur serupa mawar hitam
o, berkas-berkas cahaya, pelukcium aku!
Cirebah, 21 Juli 2016
Eddy Pranata PNP
TERJUNLAH KE GELORA LAUTKU
berdirilah di depan cermin yang paling besar
bayang siapakah yang kaulihat
adakah dalam bayang itu sosok lain
yang sungguh memahami dan mencinta
dengan tulus ikhlas
dan benar menyatu untuk selamanya
berdirilah dengan kepala tegak
tidak dengan rasa putus asa
: kaupeluk eratlah karang lautmu
berapa lama engkau berdiri di situ
di bibir pantai dekat tebing karang
lalu-- yang kauingat berapa kali sudah ombak
menghempas memecah dengan debur
menghancurkan sakit hatimu
meredam egomu dan mengurai kusut pikiranmu
kuharap engkau bisa melihatku
tengah mengendarai gelombang
tak begitu jauh dari tempatmu berdiri
hai, kuatkan hati jiwamu
terjunlah ke gelora lautku!
Cirebah, 20 Juli 2016
Eddy Pranata PNP
HIDUP BUKAN HANYA PERSOALAN BUNYI
engkau boleh hanyut ke dalam arus air dari hulu ke hilir
sambil bernyanyi dan sesekali menulis puisi
tapi sampai kapankah kausembunyikan tangismu
rasa benci dan rindumu ou, perjalananmu sangatlah berbatu-batu
berlumut-lumut dan senyap dan resah
atau terjunlah engkau ke sungai itu, terjunlah
berenang dan menyelam sampai jauh ke dalam hatiku
lalu jangan kaupetik apel dan anggur bukan dari rongga hatimu
apalagi, bukankah kemudian hendak kausuapkan
pada pangeran dari negeri penyair
yang begitu memuja cahaya
lalu rasa sakit serupa apa yang menjadikan jiwamu rapuh
yang menggerus kesetiaanmu runtuh
yang membawamu putus asa
: hidup bukan hanya persoalan bunyi
ada suara hati yang harus kaumengerti
ada lantunan cahaya yang hendaknya kaupahami
ou, segalanya memang bisa membuatmu mabuk
bila langit malam yang hujan hendak kaudustai
dan satu hal yang perlu juga kausadari
janganlah membuka rahasia orang lain!
Cirebah, 17 Juli 2016
Eddy Pranata PNP
AKAN KUMASUKI RAHIM PUISI
DENGAN SEPENUH CINTA
sekali waktu kumau menemuimu
membacakan puisi-puisi ngiluku
untuk mengekalkan cintaku
(sebenarnya aku hanya ingin dirimu bukan mawar
yang gugur kelopaknya)
akan kumasuki rahim puisi dengan sepenuh cinta
dengan kata-kata sederhana
dan gerimis yang turun sebentar telah berhenti
aroma mawar bercampur bau tanah meruap
aku simpan seluruh isakmu
di tangkai mawar durimu menusuk sunyiku
"hanya suaramu, hanya suaramu di kejauhan," katamu
"serupa kenangan, batu-rindu pada puisi itu memanjang"
Cirebah, 13 Juli 2016
Eddy Pranata PNP
MENGUNYAH-NGUNYAH BATU SUNYI
engkau pernah berdiri berjam-jam di bibir laut
hingga basah seluruh tubuhmu karena percik ombak
yang menghempas karang? apa yang kaurasakan
menikmatinya atau sebaliknya justru tersiksa?
kalau tidak suka laut jangan bermain di bibir pantai
kalau tidak suka asin kelatnya jangan mendekat
laut bisa melunturkan mimpimu
tapi laut bisa juga menyalakan api dalam dadamu
kalau engkau benar ingin berumah di bibir pantai
hal pertama harus kaupahami adalah ombak kusut
yang biasanya datang selepas senja
ombak itu bisa menggulung segalanya dan sekaligus menelannya
apalagi bila engkau ikut berperahu denganku tapi hatimu mendua
kukira lebih baik engkau membangun rumah di atas bukit saja
menanam anggrek atau berternak ayam maka biarkan aku berperahu
sendiri seperti dirimu; aku juga sangat terbiasa
mengunya-ngunyah batu-sunyi
o, batu sunyi!
Cirebah, 10 Juli 2016
Eddy Pranata PNP
PADA MALAM YANG GERIMIS
engkau bisa melupakan masa lalu, tapi tidak pada
derit ngilu rel ketika kereta meninggalkan stasiun
pada malam yang gerimis
stasiun telah sangat jauh ditinggalkan
dan kota-kota, sawah-sawah, ladang-ladang terlewati
segeralah ke candi; setelah kaukecup keningnya
ukirlah inisial namamu dan namanya
di sela relief; akan menyala api dari dada
api yang menjadi saksi sepanjang zaman
: "tidak ada gerimis di akhir juli, ning!" bisikmu
"senja tanpa pelangi tapi malam berterbangan kunang-kunang"
engkau bercermin begitu lama, wajah kian menua
dari dalam sorot matamu ada lambai tangan maut
sedangkan stasiun telah begitu dingin dan beku
tanganmu gemetar dan o, entah mengapa kaupecah cermin
lalu meloncat, berdiri di tengah rel, ada darah menetes satu-satu
membasahi lempengen besi-baja!
Cirebah, 09 Juli 2016
Eddy Pranata PNP
BAGAIMANA CARA MENGEMBALIKAN
AIR MATA KE KELOPAK MATAMU?
bagaimana cara mengembalikan air mata ke kelopak matamu?
apakah dengan memelukmu lalu kubisikkan seribu puisi
atau kutanam seluruh bunga yang kausuka di halaman depan
atau kuajak dirimu memintal pelangi ketika gerimis senja
dan kupetik rembulan dan kusematkan di setiap mimpimu
ou, kutampung air matamu dan ou, kuminum jua!
dan jiwa-jiwa pun luruh
rembulan mekar di kebun strowbery
engkau memelukku dengan tangan gemetar
matamu mengerjap serupa geletar cahaya
pecah di keluasan langit malam!
Cirebah, 08 Juli 2016
-----------------------------------------------------------------------------------------------
BIODATA:
Eddy Pranata PNP, sekarang tinggal di Cirebah --sebuah dusun di pinggiran barat Banyumas, Jawa Tengah. Lahir 31 Agustus 1963 di Padang Panjang, Sumatera Barat. Sehari-hari beraktivitas di Disnav Ditjenhubla di Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap. Buku kumpulan puisi tunggalnya: Improvisasi Sunyi (1997), Sajak-sajak Perih Berhamburan di Udara (2012), Bila Jasadku Kaumasukkan ke Liang Kubur (2015), Ombak Menjilat Runcing Karang (2016).Puisinya dipublikasikan di Horison, Aksara, Kanal, Jejak, Indo Pos, Suara Merdeka, Padang Ekspres, Riau Pos, Kedaulatan Rakyat, Batam Pos, Sumut Pos, Fajar Sumatera, Lombok Pos, Harian Rakyat Sumbar, Radar Surbaya, Riau Realita, Flores Sastra, Singgalang, Haluan, Satelit Pos, Radar Banyuwangi, Solopos, dan lain-lain. Puisinya juga terhimpun keantologi: Rantak-8 (1991), Sahayun (1994), Mimbar Penyair Abad 21 (1996), Antologi Puisi Indonesia (1997), Puisi Sumatera Barat (1999), Pinangan (2012), Akulah Musi (2012), Negeri Langit (2014), Bersepeda ke Bulan (2014), Sang Peneroka (2014), Metamorfosis (2014), Patah Tumbuh Hilang Berganti (2015), Negeri Laut (2015), Palagan Sastra (2016), Bila Tubuhmu Menjadi Mawar (2016), Memo Anti Terorime (2016), dan lain-lain.