DALAM konteks sastra dan budaya, eksistensi dan kreativitas kita di Sumbar telah berkembang pesat. Untuk itu, setidaknya dalam dua tahun ke depan, kreativitas penulisan sastra kita di Sumbar ini haruslah sudah masuk dalam kegiatan internasional. Salah satunya adalah dengan menerbitkan majalah sastra online berbahasa Indonesia. Usaha awak ko sama sekali belum tentu kecil artinya. Meski majalah sastra online/elektronik itu gratis, tapi belum tentu rendah mutunya.
Demikian gagasan dan harapan dikemukakan sastrawan Ismet Fanany ketika bincang-bincang dengan beberapa sastrawan Sumbar di Basko Hotel, Padang, Selasa malam (25/8). Pertemuan (terbatas) yang digagas Prof. Ismet Fanany ini, merupakan kelanjutan dari dialog sastra pada forum “Silaturrahmi Sastrawan Sumbar 2015” di tempat yang sama dua hari sebelumnya, Sabtu (22/8). “Sebetulnya, materi sastra yang dibahas dalam forum dialog kemaren sangatlah menarik. Tapi karena terbatasnya waktu, maka materi rancak itu belum tuntas kita perbincangkan. Melanjutkan bengkalai dialog itulah, malam ini saya undang rekan-rekan sastrawan untuk memperbincangkan lagi ide yang masih tersimpan di hati dan pikiran saya seputar kreativitas penulisan sastra dan budaya di Sumbar ini, yang belum tersampaikan kemaren,” ujar putra Batusangkar yang menjadi guru besar kajian bahasa dan budaya Indonesia di Deakin University, Melbourne, Australia, ini.
sastrawan Ismet Fanany |
Selain ide menerbitkan majalah sastra online, Ismet Fanany yang malam itu didampingi istri tercinta, Dr. Rabecca Fanany, juga menyampaikan ide untuk menghidupkan kembali kegiatan Sayembara Penulisan Cerpen Tingkat Nasional, sebagaimana yang pernah dilakukan pada tahun 1999 dulu, atas kerjasama Pusat Kajian Humaniora Universitas Negeri Padang dan Program Bahasa Indonesia Universitas Deakin, Melbourne, Australia, yang hasilnya diterbitkan dalam buku kumpulan cerpen “Gonjong 1 – Memasuki Millenium ke-3” (Cet. I, Januari 2000).
“Ide kedua dari saya adalah bagaimana kalau kita hidupkan kembali lomba penulisan cerpen seperti “Gonjong” dulu, dan juga lomba penulisan novel. Kenapa novel? Karena nanti karya yang menang akan diterjemahkan ke bahasa Inggris, dan cerpen justru tidak selaris karya fiksi yang lebih panjang seperti novel. Kemudian, hadiah utama sayembara ini dinamakan A.A. Navis Award,” kata Ismet yang sengaja pulang ke Padang untuk meluncurkan novel rababnya “Kusuik” pada acara “Silaturrahmi Sastrawan Sumbar 2015” tersebut, optimistis.
Namun, yang tak kalah pentingnya untuk jangka panjang, tambah Ismet Fanany lagi, adalah bagaimana upaya kita menghimpun eksistensi semua jenis seni pertunjukan Minang. Kita tahu, seni pertunjukan Minang merupakan salah satu dari sedikit seni pertunjukan yang berkembang di Indonesia, tapi sampai saat ini belum ada “Art Minang Musik A Ward”. Lihatlah, betapa kini ‘berserak-serak’ bentuk seni pertunjukan Minang di Sumbar, dan malah sampai ke Jakarta. Tapi belum ada wadah yang menghimpunnya. Bagaimana kalau kita berusaha menghimpunnya sehingga nanti bisa diwujudkan dalam bentuk ‘Art Minang Musik A Ward’ itu? “Namun, untuk melaksanakan ide yang terakhir ini janganlah kita memakai cara pikir lama, yaitu mengharapkan bantuan dari pemerintah, ambo ndak setuju. Ambo setuju kita kerjakan dulu. Kita harus pakai cara dan pola pikir baru,” kata Ismet menegaskan.
Dari tiga ide yang disampaikan Ismet Fanany ini, disepakatilah malam itu untuk --dalam waktu dekat, menerbitkan majalah sastra online internasional, yang namanya telah disiapkan sendiri oleh Ismet yaitu, “Aksara”. Majalah ini berbahasa Indonesia, memuat karya-karya sastra seperti, puisi, cerpen, esei dan kritik, termasuk juga artikel-artikel sastra dan budaya terbaru yang dikelola langsung oleh Ismet Fanany dari Deakin University, Melbourne, Australia.
“Tungguhlah, sekembali ke Australia pekan depan akan saya buatkan alamat email khusus untuk pengiriman naskah buat majalah ini, Silahkan kawan-kawan sastrawan mengirimkan tulisannya ke ‘Aksara’. Insya Allah, menjelang akhir tahun 2015 ini, edisi perdana ‘Aksara’ terbit,” ujar Ismet Fanany mengakhiri perbincangannya malam itu. Pertemuan ini dihadiri oleh sastrawan Rusli Marzuki Saria, Darman Moenir, Hasanuddin WS, Syarifuddin Arifin, Wannofri Samry, Yurnaldi Paduka Radja, Eddie MNS Soemanto, dan Deddy Arsya. *** (Ditulis oleh Dasril Ahmad)